Cinta dan keimanan laksana kedua belah sayap burung. Dengan dua sayap inilah Islam diterbangkan setinggi-tingginya ke langit kemuliaanâ€.( Hasan Al Banna) Hiruk-pikuk dunia cinta nggak pernah luput dari sorotan media. Tema cinta yang nggak pernah basi menjadi lahan bisnis paling menjanjikan bagi pelaku usaha. Terutama pengelola stasiun tv yang paling getol ngegeber acara-acara bertemakan cinta. Dari sinetron, film layar lebar, gosip, hingga reality show.
Cinta emang punya banyak cerita yang layak diangkat ke layar kaca. Ada kisah romantis, perselingkuhan yang ketauan, atau drama perpisahan dua sejoli. Semuanya bisa mengaduk-aduk emosi kita yang menontonnya. Terkadang marah, gemes, sampe termehek-mehek. Hiks…hiks…hiks…! Saking seringnya tema cinta menghiasi layar kaca, kita sampe hapal jalan ceritanya. Dimulai dari pdkt, aksi penembakan, masa-masa pacaran, saat konflik, dan terkadang diakhiri dengan PHK alias Putus Hubungan Kekasih. Seperti kisah cinta kaum seleb yang kebanyakan doyan gonta-ganti pasangan. Hari ini pacaran dengan si A, besok-besok pendampingnya udah beda lagi. Kalo ditanya kenapa bisa putus, alasannya sederhana aja. “Kalo udah nggak cocok, masa mau dipaksainâ€. Emang bener sih. Daripada hubungannya nggak nyaman, mendingan putus sekalian. Terus nyari lagi yang lain yang lebih cocok. Ini mau pacaran atau beli mobil? Kok ada masa test drive dulu? Rapuhnya Ikatan Cinta Banyak alasan yang mendorong orang untuk membeli mobil, eh menjalin cinta. Diantaranya: Pertama, cakep..cakep…cuuakep!. Pertimbangan fisik paling banyak jadi alasan untuk menjalin cinta. Wajah cakep, body aduhai, rambut panjang hitam tergerai, kulit seputih salju, badan macho (bukan mantan chowok lho), atau dandanan modis, jadi standar untuk menilai kelayakan tempat berlabuh cinta. Malah sering jadi persyaratan pertama dan utama. Padahal penampilan fisik kan sementara banget. Meski wajah udah dipoles balutan kosmetik, daya tarik fisik tetep ada batasnya. Hari ini wajahnya imut-imut mungkin aja besok jadi amit-amit.
Kedua, matre…matre…muuatre! Kaum borju paling sering jadi sasaran tembak panah asmara. Soalnya, mereka paling royal dalam urusan harta agar pacarnya tetep setia. Kebayang dong gimana tajirnya orang yang punya pacar kaum borju. Setiap kebutuhanya bisa terpenuhi dengan cepat dan mudah. Jadi wajar kalo banyak yang berlomba-lomba cari gebetan kaum borju. Padahal, mengobral cinta demi harta atau mengobral harta demi cinta, bisa bikin kecewa lho. Pepatah bilang, ada gula ada semut. Giliran gulanya abis, nggak ada satu pun semut yang mampir. Kaciaan deh! Ketiga, trendi….gaul…kuueren! Orang bilang, punya rasa cinta nggak cukup dipendam dalam hati saja. Tapi kudu diungkapkan biar nggak jerawatan. Tuntutan ini semakin menguat untuk mendongrak gengsi dalam pergaulan. Tahu sendiri, mereka yang berstatus jomblo sering jadi bahan olok-olokan biar segera cari pasangan. Walhasil, banyak yang menjalin cinta semata-mata biar keliatan trendi bin gaul van keren dan diterima oleh lingkungan. Pren, itulah tiga gelintir dorongan orang berpacaran alias menjalin cinta. Ketiga-tiganya nggak bagus buat kesehatan jiwa. Mental kita akan terbiasa menganggap ikatan cinta itu sekedar permainan. Apalagi nggak ada undang-undang yang ngatur orang pacaran. Jadi bisa seenaknya putus sambung tanpa khawatir kena jeratan hukum. Coba kalo aturan cerai yang mesti ditempuh lewat jalur hukum diberlakukan juga bagi orang pacaran. Orang bakal mikir-mikir dulu untuk pacaran. Tapi masalahnya bukan itu. Yang jadi masalah, ikatan cinta yang dibangun terlalu rapuh. Jadi gampang banget kadaluarsa.
Ini akibatnya kalo tujuan menjalin asmara cuman untuk meraih kesenangan. Capek deh! Ciri Khas Budaya Pacaran Nggak sedikit para aktivis pacaran yang pake prinsip putus sambung dalam menjalin asmara. Apalagi yang udah berpengalaman. Soalnya makin tinggi jam terbangnya di dunia pacaran, makin hapal kalo putus cinta itu biasa dan nemu gacoan baru itu ruarr biasa! Kamu nggak usah heran dengan prinsip easy going kaya gini. Sebab ikatan orang pacaran sangat mengandalkan perasaan cinta bin sayang yang memanjakan sisi melankolis. Dan kesamaan yang bikin mereka enjoy jalan bareng. Terutama pas awal-awal jadian. Seiring berjalannya waktu, hubungan emosi diantara keduanya makin kuat. Saking kuatnya, serasa ada ikatan batin saat terpisah jarak. Yang bikin repot, ketika hubungan emosi itu makin memuncak akhirnya meledak melahirkan sikap over protektif karena nggak rela doinya berbagi perhatian dengan yang lain. Nah lho! Kalo udah gini, hubungan di antara mereka mulai diselimuti prahara. Ikatan perasaan dan kesamaan yang melibatkan emosi di awal perjumpaan lambat laun memudar. Janji setia yang diobral saat penembakan mulai tereduksi. Akhirnya, nggak ada lagi alasan untuk tetap melanjutkan hubungan. Kata putus menjadi akhir cerita cinta mereka. Putus bukan berarti akhir dari petualangan asmara.
Justru berakhirnya hubungan cinta memaksa mereka untuk instrospeksi. Sekedar mengisi masa sendiri yang akhirnya malah memotivasi untuk mengulangi kembali. Mencari sambungan tali asmara. Baik dengan mantan pacar atau berburu mangsa baru. Sebab masing-masing merasa punya modal pengalaman dan yakin hubungan berikutnya bisa lebih baik dari sebelumnya. Ujung-ujungnya, para aktivis pacaran nggak ada beban untuk jalanin prinsip cinta putus nyambung. Sebab mereka mulai paham itulah salah satu cara yang bisa dilakukan agar hatinya tidak tersiksa. Persis kaya kapal barang yang nggak bisa tertahan di satu dermaga. Mereka mampir sekedar menurunkan muatan. Tidak untuk bermukim. Apalagi sampe berkembang biak. Belum kepikiran semulia itu kayanya. Kalo urusannya udah doyan putus sambung, bisa merembet ke perselingkuhan lho. Ayo, nggak usah malu ngakuinnya.
Sebagai manusia, kita memang gampang tertarik dengan lawan jenis yang punya daya pikat meski kita sudah berpasangan. Cuman masalahnya, hubungan pacaran nggak ngejamin mampu mengendalikan sifat manusiawi ini. Mungkin mereka bisa niru lirik lagunya KLA Project, ‘tak bisa pindah ke lain hati’, tapi bukan berarti nggak bisa mampir di lain bodi kan? J Alasan yang boleh dibilang populer di kalangan aktivis ngelaba diantaranya karena bosan dengan pasangan mereka sehingga perlu suasana baru untuk menyegarkan hubungan (suasana baru apa gacoan baru? J). Saat pertama kali jadian, para aktivis pacaran mungkin nggak pernah bayangin bakal ngerasa bosen dengan pasangannya. Maklum, pasangan baru. Masih punya banyak stok ekspresi cinta buat pacarnya. Tapi lama kelamaan, tuh stok kan abis juga. Karena sering ketemu, sms-an, atau ‘miss’ call, lama-lama boring juga kan. Dunianya serasa mengecil. Dan parahnya, yang menghuni dunia itu cuman doi dan pacarnya. Kasarnya 4L alias ‘Lo Lagi…Lo Lagi’. Kalo udah gini kondisinya, ngelaba seolah jadi pilihan terbaik. Wacks! Ada juga yang ngelaba karena udah nggak cocok dengan pasangannya. Meski klasik, pernyataan ini sering dipake alasan buat ngelaba. Mau mutusin terang-terangan, takut pacarnya depresi trus bunuh diri. Hiiii….nggak deh. Mendingan nyari alasan biar diputusin. Salah satunya ngelaba. Kenapa ngelaba? Sebab selain kondisi ini yang paling kuat untuk memutuskan hubungan, sekalian jaga-jaga biar nggak lama berstatus jomblo pasca pemutusan. Ibarat pepatah, sambil menyelam, nyari putri duyung. Huhuy! Pren, kita nggak bisa ngelak kalo prinsip cinta easy going menjadi ciri khas budaya pacaran. Budaya ini memancing aktivisnya untuk menclok sana-sini demi meraih cinta sejati. Otomatis kegiatan ngelaba pun jadi bagian yang tak terpisahkan dari sebagian besar aktivisnya. Kalo kaya gini, masuk akal kalo ada yang bilang pacaran itu kegiatan iseng. Sekedar nutupin status jomblo.
Makanya kalo nggak mau dikatain iseng, serius dong dalam menjalin hubungan. Melalui pernikahan. Berani? Memikul Tanggung Jawab Cinta Cinta itu anugerah. Maka berbahagialah. Sebab kita sengsara, bila tak punya cinta. Gitu kata kang Doel Soembang. Kalo bener anugerah, udah seharusnya rasa cinta itu nggak disia-siakan. Apalagi dijadikan permainan. Itu mah nggak tahu ‘balas budi’. Kebangetan deh. Makanya, biar kita tahu diri dalam mengelola rasa cinta, ada baiknya kita kenali hakikat cinta itu sendiri. Allah swt menjelaskan dalam firman-Nya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS. Ar-Rûm [30]: 21) Ayat di atas ngejelasin kalo rasa cinta diciptakan untuk melestarikan jenis manusia melalui pernikahan. Bukan sekedar pelengkap hubungan pria dan wanita saja. Apalagi dijadikan alasan bagi sang kumbang untuk berpetualang dari satu bunga ke bunga yang lain. Prinsip easy going hanya menjadikan rasa cinta itu garing dan kehilangan kemuliaannya. Bahkan bisa bikin trauma, merenggangkan persahabatan, melahirkan dendam, dan akhirnya merusak hubungan baik dengan lawan jenis. Padahal kalo saja kita mau ikutin aturan Allah swt dalam menjalin cinta, bukan dengan pacaran tapi melalui pernikahan yang didahului dengan khitbah (pinangan), tentu kehidupan yang nyaman bisa kita rasakan. Dan untuk itu, Allah swt pun rela ngasih nikmat lebih bagi kita. Firman-Nya: Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedihâ€. (QS. Ibrahim [14]: 7)
Oke deh pren, semoga prinsip cinta easy going nggak ada dalam kamus hidup kita. Dengan sendirinya, budaya pacaran juga nggak masuk pilihan kita dalam merajut asmara. Kalo kita berani memikul tanggung jawab cinta, berarti siap juga ikutin aturan Allah swt. Karena cuman aturan Allah swt yang bisa bikin cinta kita penuh berkah dan selamat dunia akherat. Kalo belum berani, nggak usah malu dengan predikat jomblo. Nggak perlu juga terpancing emosi oleh guyonan yang tidak berperikejombloan. Biarkan aja. Tetep cool, calm, en confident as a moslem. Kalo udah waktunya, Allah swt pasti bakal memudahkan jalan kita dalam merajut cinta yang berkah. Yang penting sekarang, fokus dengan peran kita sebagai pembela Islam. Yuk kemon?
(saifullahwandi7@gmail.com)